Rabu, 16 November 2011

Anak yang Sering Bermain Video Game Memiliki Otak yang Berbeda

Hal ini mirip dengan respon yang terlihat pada pecandu judi, yang mengalami peningkatan kadar dopamin kimiawi otak pada striatum ventral ketika mereka kehilangan uang.

Anak berusia empat belas tahun yang sering bermain video game memiliki lebih banyak materi abu-abu di pusat imbalan dalam otak dibandingkan rekan-rekannya yang jarang bermain video game – menunjukkan game mungkin berkorelasi dengan perubahan dalam otak yang menimbulkan kecanduan.
Para ilmuwan Eropa melaporkan penemuan ini dalam jurnal Psychiatry Translational. Psikolog Simone Kuhn dari Universitas Ghent, Belgia, bersama rekan-rekannya merekrut 154 anak usia 14 tahun di Berlin. Anak-anak remaja ini kemudian dibagi menjadi dua kelompok: 24 anak perempuan dan 52 anak laki-laki yang sering bermain game setidaknya sembilan jam setiap minggu, serta 58 anak perempuan dan 20 anak laki-laki lainnya yang jarang bermain, setidaknya kurang dari sembilan jam seminggu.
Struktural pencitraan resonansi magnetik (MRI) menunjukkan perbedaan dalam otak para subjek yang diuji. Anak yang sering bermain game memiliki materi abu-abu yang lebih banyak pada bagian otak yang dikenal sebagai striatum ventral kiri, bagian yang mempengaruhi interaksi emosi dan perilaku. Penelitian sebelumnya mengidentifikasikan fungsi striatal ini sebagai “kandidat inti yang mempromosikan perilaku adiktif,” tulis para penulis.
Dengan menggunakan pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI), tim riset juga mengamati perubahan dalam otak remaja saat mereka berpartisipasi dalam tugas yang mengantisipasi simulasi dan menerima imbalan. Mereka menemukan bahwa remaja yang sering bermain game memiliki aktivitas otak yang lebih besar ketika mereka diberi umpan balik bahwa mereka kalah. Hal ini mirip dengan respon yang terlihat pada pecandu judi, yang mengalami peningkatan kadar dopamin kimiawi otak pada striatum ventral ketika mereka kehilangan uang.
Para penulis riset menulis bahwa penelitian mereka ini merupakan yang pertama yang mengkorelasikan perubahan dalam struktur otak dengan video game. Mereka tidak bisa menentukan apakah otak anak yang sering bermain game menjadi bertumbuh besar sebagai hasil dari bermain video game ataukah anak-anak tertarik bermain game karena bagian dari otak mereka memang sudah membesar sejak awal, para ilmuwan perlu mengukur efek video game pada struktur dalam otak dari waktu ke waktu untuk mengetahuinya.
Namun demikian, menemukan hubungan antara struktur otak dan video game dapat membantu para peneliti memahami peran otak dalam perilaku adiktif, tulis tim riset.
“Jika perbedaan striatal yang diamati dalam penelitian ini memang efek dari game, maka video gamemungkin pilihan yang menarik untuk mengeksplorasi perubahan struktural dalam kecanduan pada studi di masa depan perihal tidak adanya zat neurotoksik,” catat mereka.
Kredit: Universitas Ghent
Jurnal: S Kühn, A Romanowski, C Schilling, R Lorenz, C Mörsen, N Seiferth, T Banaschewski, A Barbot, G J Barker, C Büchel, P J Conrod, J W Dalley, H Flor, H Garavan, B Ittermann, K Mann, J-L Martinot, T Paus, M Rietschel, M N Smolka, A Ströhle, B Walaszek, G Schumann, A Heinz, J Gallinat. The neural basis of video gamingTranslational Psychiatry, 15 November 2011; 1, e53. DOI: 10.1038/tp.2011.53

0 komentar:

Posting Komentar

OFFICIAL BLOGSITE

Dave Koz - Together Again

 
Design by IQR Creation | Bloggerized by Iqro Cyber Technology - Official Blogsite KIR SMAVO | SMA Negeri 2 Cibinong